Oleh : Agoes S. Alam**
Prolog
Hanya tinggal kalimat keparat saja lagi yang mengisi ruang lirik dalam bait-bait lagu musik underground baik masa lalu, sekarang dan apakah masa depan juga tetap sama atau entahlah.
Pergolakan ini tentu bukan tidak ada sebab, sebuah kepastian melalui media musik underground inilah kau, aku, dia dan kamu menyatu dalam roh yang sama yaitu roh pemberontakan, roh yang tak membohongi diri sendiri dan roh yang dikultuskan untuk menjadi “penjaga tanah bunda”.
Dan bukan rahasia umum lagi bahwa musik underground menurut pandangan awam adalah musik yang mengadopsi nilai keberatan dan tak sedikitpun menjiwai makna kebudayaan Indonesia, sehingga keberadaannya sangat termarginalkan dan bahkan sampai didakwakan sesat.
Dakwaan ini sangatlah subjektif, bahkan berlebih-lebihan. Kita lupa bahwa tak sedikit nilai lain baik keberatan atau ketimuran yang diadopsi maupun teradopsi dengan sendirinya dalam budaya kita hari ini yang lebih sesat dari dakwaan tadi. Apakah itu sesat ? Terserah anda menilainya. Sebuah kepastian musik underground bukan mendoktrin untuk saling membunuh tapi untuk berada pada pendirian menolak tunduk.
Musik UG past, Present & Future : Ada Apa ?
Sepertinya hari ini nyaris tak ada gerakan besar kebangkitan musik UG di tanah bunda Indonesia ini, hanya letupan-letupan kecil yang biasa saja.
Beberapa komunitas dan band metal masih berjalan dengan apa adanya dan dalam kesendiriannya. Tak tahu arah tujuan, terbang dari panggung satu ke panggung lainnya, mendapatkan riuh tepukan dan acuan jempol metal oleh para fan berbaju hitam sambil berheadbang.
Pertanyaan mendasar dari argumentasi di atas apa yang kita cari ? Apakah pujian para metalist atau kepuasan individual ngejam di panggung dan atau materi karena dibayar…atau lain-lain.
Abang-abang kita para peletak batu pertama musik UG telah selesai memproklamasikan musik UG di tanah air ini. Dan sampai hari ini kita masih menyimpan nama mereka dihati. Dan bahkan sehelai poster usang salah satu band metal legendaris sahabat saya grounsigpun masih tersadai di dinding kamar rumah tuaku.
Kalau persoalan jati diri, mungkin tak perlu kita bicarakan lagi. Keseriusan jangan pernah ditanya, semua kita yang hadir hari ini disini pasti karena kita memiliki rasa itu. Tapi setelah ini akankah semua yang kita bicarakan akan terbang bersama angin ? Kalau itu juga yang terjadi pulangkan engkau ke maqam alas tu bi rob mu.
Teringat kata salah seorang sahabatku Rob Hazab yang hari ini sengaja saya bawa disini agar rob itu tidak mati. Beliau banyak meracuni aku sehingga aku menjadi gila begini bahkan diatas gila dalam istilah arab dikatakan fikri yathir. Dia mengatakan kepadaku,”Buat apa engkau ada kalau diam ternganga kaku, tutup mulutmu biarkan karya bicara.”
Ada benarnya, bahwa karya adalah identitas, bukan memaksa kualitas. Biarlah karya lahir tanpa pemaksaan dan diteran-teran karena itu akan menghilangkan identitas kita.
Lupakan saja bahwa Jokowi adalah presiden satu-satunya di dunia penggemar musik cadas kalau tak pernah memberikan dukungan terhadap perkembangan musik UG di Indonesia. Dan jangan kita lihat jari metal Jokowi atau kaos hitam lamb of god itu. Sebab akan menambah deretan panjang luka kita saja.
Terlepas dari salah atau benar, idealis atau oportunis, kIta harus berani mengatakan kepada Jokowi bahwa kami juga rakyat Indonesia yang berhak atas APBN negara ini. Rasanya ini adalah jalan yang dapat memberikan darah segar dari perkembangan musik UG di Indonesia. Kalau bukan hari ini kapan…kapan lagi dan kalau bukan aku, kau, dan kamu siapa lagi.
Epilog
Hari ini, mari kita akhiri semua bentuk perseteruan antara sesama kita. Bangun kebersamaan, brotherhood and mutulasisme, tidak ada yang hebat, tidak ada yang kuat, aku senior kau junior, atau jam terbang, kita adalah sama dari sebuah jazirah perjalanan panjang yang luka.
Tidak ada kata lain yang ingin kita elukan, bahwa kita bukan anak haram di tanah bunda ini. Segala macam bentuk diskriminasi terhadap musik underground, harus kita lawan agar proses marginalisasi terbunuh.
Kita punya hak di atas tanah bunda ini, hak berkarya, hak mengekspresikan apa yang kita rasakan. Berhentilah menutup diri untuk bersama, sebab itu akan membuat kita mati. Thank saudaraku Alam, Wahyu, ujang dan semua yang masih mau seperti ini. God bless you.m/
* Disampaikan pada acara Underground Discuss (UGD) dengan tema “Musik Underground Indonesia : Past, Present & Future diselenggarakan oleh Edelweiss Production dan Gerilya Magazine di Grand Charlie Jakarta.
** Seniman bermastautin di Riau – Dumai dan pengasong perkembangan musik underground di tanah ibundanya bersama DumaiHead Metal.
#Tulisan ini pernah dimuat di GERILYA MAGAZINE #12
Website ini bermanfaat bagi anda? Bantu kami untuk perawatan website ini agar tetap bisa online. Donasi bisa disalurkan melalui PULSA, DANA dan OVO di nomor 0813 1855 1813